Background Song

Minggu, 15 Juni 2014

BEBAN DALAM POLA GAMBAR GUNUNG KEMBAR

Oleh: Jajang Suryana
Yang diunggah pada Sabtu, 2 Januari 2010

Sebuah kondisi umum yang ditemukan dalam gambar anak-anak dengan pola "gunung kembar" adalah 2 bidang 'luas' yang sulit ditaklukkan oleh anak-anak. Pola gambar tersebut menyisakan dua ruang bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Seseorang yang ingin mengisi kedua bidang tersebut, harus berpikir "bagaimana mengisi lahan luas di depan penggambar hingga ujung kaki gunung"? Kesadaran bahwa antara gunung dengan penggambar ada 'jarak' yang amat luas, amat jauh, memaksa penggambar harus bersusah payah mengisikan banyak objek dalam dua bagian lahan tadi.
Sebuah pemecahan masalah yang lazim ditemukan adalah, setelah menempatkan jalan lurus atau berkelok (ini bagian pola 'wajib' dalam pola gambar "gunung kembar"), adalah mengisi bidang kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang berpohon jarang, dan sebelah kanan dengan ruang berair sejenis danau atau laut.
Bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah, kondisi itu tidak terlalu memberatkan. Tetapi bagi anak-anak kelas 5 dan 6 SD misalnya, apalagi remaja SMP dan SMA, mereka dibebani oleh 'keharusan' mengisi ruang dengan objek gambar yang "rasional". Beban inilah yang kerap dikeluhkan oleh anak-anak dan remaja yang sejak awal hanya bisa menggambar mengikuti pola "gunung kembar".
Anak-anak yang pola berpikir ruangnya telah mengikuti pola pikir teori gambar perspektif, di antaranya bisa mengatasi beberapa kendala pola gambar "gunung kembar" itu. Misalnya, mereka menemukan bahwa objek yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sementara gambar objek lainnya yang jauh dari penggambar, dibuat dengan ukuran lebih kecil, dan sebagian terhalang objek yang lebih dekat posisinya. Ada juga yang menemukan cara "perebahan" yang khas. Contohnya, ketika ada gambar objek jalan yang telah dibuat, maka gambar pohon, tiang listrik, rumah, kendaraan, atau objek lainnya direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda: ke kiri dan ke kanan. Dan yang lebih unik, ketika ada gambar sebuah lapangan atau kolam dengan dasar gambar segi empat, objek-objek akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk sebi empat objek. Namun kebanyakan anak dan remaja mengalami kesulitan karena mereka menggunakan pola gambar perspektif burung: semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
Satu pola lagi yang kerap ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun yang biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Objek disusun berderet ke arah bidang atas. Objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
Yang perlu mendapat perhatian guru dan orang tua adalah beban berat yang dihadapi anak-anak ketika mereka telah sangat kuat terikat pola gambar "gunung kembar". Anak-anak menghadapi bidang gambar yang harus diisi begitu banyak objek (tuntutan rasio), sementara mereka memiliki keterbatasan imajinasi. Jalan keluar menghadapi permasalahan itu adalah mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam tidak berposisi sama semuanya. Objek-objek selalu menempati ruang yang berbeda (:contohkan dengan melihat benda-benda sebenarnya di alam). Menggambar alam, sebaiknya melihat langsung alamnya. Menggambar menggunakan imajinasi semata kerap berbentrokan dengan pertimbangan rasio. Pertimbangan rasio itulah yang sering membebani anak-anak dan remaja. 
Melihat ulasan tadi, memang benar bahwa gambar dengan pola gunung kembar mulai muncul pada anak yang telah memasuki jenjang pendidikan TK dan SD. Padahal saat sebelum mengeyam suatu pendidikan, daya imajinasi anak untuk menciptakan gambar sangatlah beraneka ragam. Namun, saat memasuki jenjang pendidikan tersebut, daya imajinasi anak cenderung berkurang. Anak lebih sering mengikuti gambar-gambar yang telah ada, sehingga lama kelamaan daya imajinasi untuk menciptapun sedikit demi sedikit berkurang, salah satu contohnya yaitu gunung kembar yang senantiasa ada pada setiap gambar anak.

Nah, untuk menanggulangi hal tersebut guru sebaiknya menerapkan berbagai macam teknik maupun metode dalam setiap pembelajaran khususnya pembelajaran seni rupa untuk menggali daya imajinasi anak didik, sehingga gambar anak tidak hanya mengikuti pola gunung kembar yang senantiasa diwariskan secara turun temurun. Selain itu, dalam pembelajaran guru sebaiknya memberikan tema pada setiap tugas yang diberikan. Sehingga, murid tidak hanya terpaku pada hal yang biasa mereka kerjakan sebagai objek gambar, namun keluar dari hal-hal biasa yang sering mereka pikirkan. Dan sebaiknya, sesekali anak diajak untuk pergi ke suatu tempat dan menugaskan mereka untuk menggambar salah satu atau lebih objek yang mereka anggap menarik. Maka, dengan demikian anak akan dapat menggambar sesuai dengan apa yang mereka lihat, bukannya hanya mengikuti pola gambar yang diwariskan (senior).
Berikut beberapa contoh gambar yang menggunakan pola "gunung kembar".

Tegalan yang luas, dalam pola gambar "gunung kembar", menjadi beban tersendiri bagi anak-anak yang telah 'dikuasai' pertimbangan rasionya.


Bagian lahan berair menjadi pilihan yang dianggap ‘aman’ untuk mengisi ruang gambar yang luas, di samping tegalan yang tak rimbun. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar